노래하는곳에

[스크랩] 나는가수다 김범수 노래모음/김범수 보고싶다/김범수 약속/김범수 노래듣기

블루오션 목건네 2013. 12. 31. 15:30

 

나는가수다 김범수 노래모음/김범수 보고싶다/김범수 약속/김범수 노래듣기

보고싶다 노래를 들으면 왠지 눈물이 뚝뚞 떨어질거만같은 그런느낌있죠

정말 사랑의 노래중에 으뜸이 보고싶다라고느껴지고요

제가 정말 좋아하는 가수이며 오빠에요 오빠사랑헤여~

 




 

Mendengar kata "keris" seringkali yang terbayang dalam benak, benda itu terkait dengan hal-hal berbau klenik, dijadikan “pegangan” untuk mendatangkan keberuntungan, kesuksesan.

Benny Hatmantoro, Sekretaris Forum Bawa Rasa Tosana Aji Soedjatmoko, forum pecinta keris, mengungkapkan itu adalah pandangan keliru tentang keris yang telanjur melekat di masyarakat.

Keris dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Bila dilihat dari sisi mistis, menurut Benny, berarti keris dilihat

dari muatan-muatan filosofis yang terkandung dalam bentuk dan nama-nama bagian keris.

“Kadang-kadang, orang yang belajar keris dari sisi mistis, melihatnya dari sisi mistis murni. Jadinya klenik,” kata Benny yang juga menjadi seksi pameran pada Festival Keris Kamardikan di Museum Nasional.

Fungsi keris pun sejak awal dibuat bukan untuk dijadikan benda klenik. “Keris itu konsepnya sebetulnya memang senjata tikam, senjata tajam,” cerita pria yang bermukim di Solo itu.

Pemerhati R. Adi Deswijaya, dalam tulisannya yang berjudul “Peranan Dhuwung Dalam Naskah-Naskah Jawa

Klasik” yang dimuat dalam kumpulan artikel “Kebangkitan Kemballi Kejayaan Keris di Indonnesia” menulis kata “keris” sering digunakan dalam penyampaian pepatah di masyarakat Jawa.

“Yang utama dari seorang pria harus memiliki: keris, rumah, wanita, kuda, dan burung, dengan kata lain, keris itu menjadi syarat sebagai seorang pria Jawa,” kata Benny.

Selain sebagai senjata, keris pada juga memiliki aspek sosial budaya. “Contohnya, salah satu syarat berbusana adat Jawa, harus pakai keris. Diselipkan di bagian belakang,” jelasnya.

Ia mengakui cara pandang seseorang terhadap keris memang beragam.

Ia dan komunitasnya berusaha meluruskan pandangan-pandangan tersebut dengan mengenalkan keris sebagai benda yang memiliki nilai seni.

“Dalam perkembangannya, keris dikemas atau ditambahi dengan beberapa ornamen sehingga menjadi suatu benda seni,” kata Benny.

Ia menjelaskan dulu, dari segi estetika, keris dibuat hampir tanpa hiasan karena lebih dititkberatkan pada fungsinya sebagai senjata.

Keris yang dipamerkan di Festival Kamardikan tergolong keris hasil inovasi, yang ditonjolkan dalam keris-keris itu adalah unsur estetika.

“Ini adalah perkembangan dari keris, tanpa menghilangkan pakem-pakem lama,” jelasnya.

Pakem-pakem lama keris yang dimaksud Benny antara lain memiliki gonjo, bagian bawah bilah keris yang dekat dengan pendok (cincin yang menghubungkan keris dengan deder, gagang), dan harus dibuat dengan cara ditempa.

Adapun standar material yang digunakan untuk membuat keris adalah besi, baja, dan nikel. “Emas, perak, batuan mulia, itu tambahan saja,” katanya.

Dari segi bentuk bilah, keris ada yang berbentuk lurus, ada pula yang luk, berkelok. Jumlah lekukan dalam keris luk harus ganjil. “Keris kuno umumnya 3 hingga 13 kelokan,” katanya.

Sementara untuk keris hasil inovasi, jumlahnya lebih fleksibel asal tidak menyimpang dari pakem-pakem lama

keris.

Ajang pameran keris seperti ini, menurutnya menjadi salah satu sarana untuk memberikan edukasi pada masyarakat tentang keris, mulai dari bentukny, fungsinya, hingga kriteria keris sekaligus upaya pelestarian keris.

“Kami memang sering membuat kegiatan yang sifatnya memancing respon seniman keris baru, supaya mau berinovasi,” tutur Benny yang juga menjadi koordinator wilayah Jawa Tengah Komunitas Panji Nusantara.

Benny pun mengutarakan dalam merawat keris, tidak ada bedanya dengan merawat senjata tajam lainnya,

diminyaki secara rutin untuk mencegah timbulnya korosi.

Ia menyatakan sebenarnya tidak perlu diberi bunga atau pun wangi-wangian tertentu. “Kadang-kadang orang suka memprovokasi dengan hal-hal yang bersifat berlebihan, seperti ngasih kemenyan. Itu nggak perlu. Itu lebih ke klenik,” kata pria yang mengaku mempelajari keris secara otodidak.

Kalaupun memang diberi wewangian, ia berpendapat wewangian itu bertujuan untuk memberi nilai tambah pada keris sebagai benda seni, bukan tujuan pemujaan.

Kecintaan Benny pada keris membuatnya mengoleksi sekitar 40 keris mulai tahun 1989.

Untuk mematahkan kesan klenik pada keris, ia kerap menjadikan keris sebagai pajangan di rumahnya.

“Kalau kita tidak mencoba mematahkan budaya klenik itu, orang akan terus merasa takut dngan budaya yang satu ini.”

 

Masyarakat lokal Indonesia belum arif terhadap alam, karena masih mengeksploitasi alam, kata antropolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Pujo Semedi Hargo Yuwono.

"Jadi, pandangan publik tentang masyarakat adat atau lokal yang secara arif mengelola hutan atau lingkungan sekitarnya tidak sepenuhnya benar," katanya dalam orasi bertema "Wawasan Kebangsaan dan Kearifan Lokal" di Yogyakarta, Selasa.

Menurut Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, studi atau kajian

antropologi menunjukkan bahwa dari zaman ke zaman, manusia terus mengeksploitasi alam secara besar-besaran, bahkan melampaui daya dukung alam.

"Ide menggabungkan nilai kearifan lokal dengan wawasan kebangsaan dalam praktik pembangunan dan pengelolaan lingkungan merupakan gagasan yang bagus. Namun, masyarakat lokal masih belum sepenuhnya bersikap arif terhadap lingkungan," katanya.

Misalnya, masyarakat suku Dayak Punan di Kalimantan Barat, yang hidup dari berburu dan meramu sehingga menyebabkan habisnya sumber daya fauna di sekitarnya. Di daerah itu saat ini tidak pernah terdengar lagi kicauan burung-burung atau hewan yang

terlihat karena habis diburu.

Ia mengatakan Indonesia tidak memiliki kearifan lokal yang benar-benar dianggap lokal. Kearifan lokal yang dimiliki berasal dari konstruksi global.

"Kearifan lokal itu memang ada di setiap daerah di Indonesia, tetapi jangan dipuja-puja sebagai sesuatu yang lokal. Adat istiadat Indonesia itu tidak ada yang betul-betul asli, tetapi berasal dari konstruksi global," katanya.

Contohnya, masyarakat Jawa menganggap alat musik gamelan adalah seni tradisi asli dari Jawa. Namun, alat musik itu juga dapat dijumpai di negara lain seperti Thailand dan Vietnam.

"Begitu pula kearifan lokal yang ada di masyarakat Papua bisa ditemukan di Afrika dan Selandia Baru. Jadi, jangan diimajinasikan kearifan lokal yang ada itu benar-benar lokal," kata

 

Pengamat seni budaya Institut Seni Indonesia Denpasar (ISI Denpasar), Dr I Gede Arya Sugiartha, menilai bahwa musik tradisional Bali yang diciptakan dengan konsep pengabdian memiliki kedayaan hidup selama ratusan tahun.

"Pada zaman modern saat estetika lebih berorientasi pada fungsi dan rasionalitas, kedayaan estetik musik Bali mampu beradaptasi dalam konteks ruang dan waktu," kata Arya Sugiartha, Pembantu Rektor II ISI Denpasar, Selasa.

Menurut dia, musik tradisional Bali memasuki era postmodern. Kedayaan estetik muncul dengan wajah baru, seperti global-lokal, pluralisme, multikulturalisme, dan lintas budaya.

"Horor, teror, humor, kekacauan, dan despiritualitas dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi karya musik yang mengagumkan," tutur Gede Arya.

Musik Bali garapan baru, yang tercipta dari kesadaran kritis, selalu berusaha untuk memberdayakan diri melalui proses pembelajaran dan eksperimen terus-menerus untuk mencapai suatu keseimbangan dengan musik yang mendominasi.

Gede Arya menjelaskan, lahirnya karya-karya dengan konsep baru sering diawali dengan

pergulatan wacana antara kaum tradisionalis yang maih kuat dan paradigma kemapanan dengan kaum muda yang progresif.

Demikian juga dengan kemampuan memberikan makna bahwa telah terbangun sebuah ruang kesadaran baru sehingga mampu memahami aktualisasi dalam konteks masing-masing.

Ada tiga pemaknaan mendasar yang terungkap dari latar belakang dan wujud kreativitas musik Bali

garapan baru, meliputi makna transformasi budaya, kedayaan estetik, dan makna terbangunnya kesadaran baru.

Musik Bali mengalami transformasi sesuai dengan tiga gelombang kebudayaan Bali. Pertama, musik Bali berkembang sebagai sarana ritual yang lebih mengedepankan perspektif mitologis yang dipengaruhi akan kepercayaan terhadap kebesaran Tuhan.

Menurut Gede Arya, gelombang kedua dari musik Bali mengalami penataan yang lebih terstruktur, tersistem, dan terkontrol, sesuai dengan sistem negara kebangsaan. Adapun gelombang ketiga memunculkan musik-musik baru dengan konsep eksperimental dalam berbagai ragam

 

출처 : 같이 더불어 살자고요
글쓴이 : 레몬 원글보기
메모 :